Rabu, 20 Agustus 2025

FGD Non Formal - SKB Surabaya

 




LAPORAN PROGRAM

Pengembangan Jalur Pembelajaran Alternatif untuk Anak Tidak Sekolah (OOSC) yang Responsif Gender dan Inklusif Disabilitas


1. Pendahuluan

Pendidikan merupakan hak dasar setiap anak tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, gender, maupun kondisi fisik. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah anak dan remaja yang tidak dapat mengakses pendidikan formal, baik karena faktor ekonomi, sosial, geografis, maupun keterbatasan fisik. Kelompok ini sering dikenal sebagai Out of School Children (OOSC).

Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan jalur pembelajaran alternatif yang fleksibel, responsif gender, serta inklusif terhadap penyandang disabilitas. Program ini bertujuan untuk menciptakan ruang belajar yang memungkinkan OOSC mengembangkan keterampilan abad ke-21, keterampilan digital dasar, dan kewirausahaan melalui jalur pendidikan nonformal.

Selain itu, program ini juga berfokus pada peningkatan kapasitas pemerintah provinsi agar mampu memperkuat mekanisme penyampaian pembelajaran keterampilan remaja secara berkelanjutan.


2. Latar Belakang

Berdasarkan data pendidikan nasional, jumlah anak yang tidak bersekolah masih cukup signifikan, dengan sebagian besar berasal dari kelompok rentan, seperti anak perempuan, penyandang disabilitas, serta mereka yang berada di daerah terpencil.

Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain:

  1. Aksesibilitas rendah terhadap pendidikan formal.

  2. Keterbatasan kurikulum nonformal yang mampu mengakomodasi keterampilan digital dan kewirausahaan.

  3. Minimnya kapasitas pemerintah daerah dalam memperkuat layanan pendidikan nonformal yang inklusif.

  4. Kesenjangan gender dalam partisipasi dan capaian pendidikan.

Melalui program ini, pemerintah provinsi berupaya menjawab tantangan tersebut dengan menghadirkan jalur pembelajaran alternatif yang dapat direplikasi di berbagai wilayah.


3. Tujuan Program

Program ini memiliki tiga tujuan utama:

  1. Menyediakan jalur pembelajaran alternatif yang responsif gender dan inklusif disabilitas bagi OOSC.

  2. Meningkatkan kapasitas pemerintah provinsi dalam memperkuat mekanisme penyampaian pembelajaran keterampilan remaja.

  3. Mengintegrasikan keterampilan abad ke-21, keterampilan digital dasar, dan kewirausahaan dalam kurikulum pendidikan nonformal.


4. Jalur Pembelajaran Alternatif untuk OOSC

Jalur pembelajaran alternatif yang dirancang mencakup pendekatan sebagai berikut:

  1. Model Kelas Fleksibel

    • Pembelajaran berbasis kelompok kecil di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) atau balai desa.

    • Jadwal fleksibel sesuai kebutuhan anak yang bekerja atau memiliki keterbatasan waktu.

  2. Kurikulum Responsif Gender dan Inklusif Disabilitas

    • Materi pembelajaran disusun dengan memperhatikan peran gender yang adil.

    • Fasilitas dan metode pembelajaran disesuaikan agar ramah bagi penyandang disabilitas (misalnya penggunaan media audio, braille, dan sign language).

  3. Integrasi Keterampilan Abad ke-21 dan Digital Skills

    • Pembelajaran kolaboratif, berpikir kritis, dan komunikasi efektif.

    • Modul keterampilan digital dasar, seperti literasi digital, penggunaan perangkat lunak perkantoran, keamanan digital, dan kewirausahaan digital.

  4. Pembelajaran Berbasis Proyek Kewirausahaan

    • Anak-anak diberi kesempatan untuk mengembangkan ide usaha kecil, menggunakan teknologi sederhana.

    • Hasil proyek dipresentasikan sebagai bentuk evaluasi pembelajaran.


5. Rencana Aksi Pemerintah Provinsi

Pemerintah provinsi berkomitmen memperkuat pembelajaran keterampilan remaja dengan langkah-langkah strategis:

  1. Penyusunan Regulasi dan Pedoman

    • Merancang kebijakan daerah untuk integrasi keterampilan digital dan kewirausahaan dalam kurikulum nonformal.

    • Menetapkan standar modul pembelajaran responsif gender dan inklusif disabilitas.

  2. Pengembangan Modul Pembelajaran

    • Menyusun modul digital skills dasar berbasis kurikulum pendidikan nonformal.

    • Melibatkan pakar pendidikan inklusif, praktisi teknologi, dan perwakilan anak (termasuk perempuan dan penyandang disabilitas) dalam perumusan modul.

  3. Peningkatan Kapasitas SDM

    • Pelatihan fasilitator pendidikan nonformal mengenai metode pembelajaran inklusif.

    • Workshop literasi digital untuk tutor, relawan, dan tenaga pendidik nonformal.

  4. Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan

    • Melibatkan lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, dan dunia usaha dalam mendukung akses teknologi dan sarana pembelajaran.

    • Menjalin kemitraan dengan organisasi penyandang disabilitas untuk memastikan aksesibilitas.

  5. Monitoring dan Evaluasi

    • Menetapkan indikator capaian berbasis angka, seperti jumlah anak OOSC yang terlibat, persentase kepuasan peserta, dan jumlah modul yang digunakan.

    • Membuat laporan kinerja tahunan untuk evaluasi dan replikasi model.


6. Indikator Kinerja

Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur capaian program antara lain:

  • Jumlah anak OOSC yang terlibat:

    • Target: 500 anak (250 perempuan, 250 laki-laki).

  • Persentase peserta yang memberikan umpan balik positif:

    • Target: 80% peserta merasa puas dengan metode dan konten program.

  • Jumlah modul pembelajaran digital dasar yang dikembangkan:

    • Target: 3 modul utama (Literasi Digital, Keterampilan Digital Dasar, Kewirausahaan Digital).

  • Jumlah pemangku kepentingan sub-nasional yang terlibat dalam rencana aksi:

    • Target: 10 lembaga pemerintah daerah dan mitra non-pemerintah.


7. Penutup

Program ini diharapkan mampu menjadi model jalur pembelajaran alternatif yang efektif, responsif gender, dan inklusif disabilitas untuk menjangkau OOSC. Dengan dukungan pemerintah provinsi, pemangku kepentingan, dan masyarakat, program ini tidak hanya membuka akses pendidikan, tetapi juga membekali anak-anak dengan keterampilan yang relevan dengan tuntutan abad ke-21.

Upaya ini sekaligus memperkuat komitmen Indonesia dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya pada bidang pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, dan pengurangan ketidaksetaraan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar